RSS

Arsip Penulis: Dwi mutiara

Tentang Dwi mutiara

lulusan s1 diuniversitas muhammadiyah Yogyakarta dengan jurusan Ekonomi dan Perbankan Islam sedang menyelesikan s2 di Universitas IAIN Jambi. dnegna jurusan Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah

ALTERNATIF SARANA ILMIAH (BAHASA, MATEMATIKA, STATISTIKA, LOGIKA)

I. PENDAHULUAN
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi, dan apakah manusia layak disebut makhluk sosial? Sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berfikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur.
Demikian pula ilmu-ilmu pengetahuan, semuanya sudah mempergunakan matematika, baik matematika sebagai pengembangan aljabar maupun statistik. Phylosopy modern tidak akan tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak mencukupi. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Logika adalah sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berfikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti; setengah tidak boleh lebih dari satu.
Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik, daftar informasi, angka-angka, informasi. Statistik berarti ilmu pengumpulan, analis, dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang berpikir. Proses berpikir manusia inilah yang memunculkan berbagai ilmu pengetahuan. Dengan dobrakan-dobrakan pemikiran dan ide manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang didasari dengan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diperlukan metode ilmiah yang langkah dan kegiatannya didasarkan pada prinsip-prinsip keilmuan.
Tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau ilmuwan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menambah kesenangan manusia dlam kehidupan yang sangat terbatas di muka bumi ini.
Berbicara masalah sarana ilmiah, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik.
Dengan demikian, jika hal tersebut dikaitkan dengan berpikir ilmiah, sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah. Sarana berpikir ini juga mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan. Ini disebabkan sarana ini adalah alat bantu proses metode ilmiah dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.

II. PEMBAHASAN
A. Pengetahuan
Untuk melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara cermat dan teratur. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi siapa saja yang sedang melakukan kgiatan ilmia.
Manusia adalah makhluk berpikir yang selalu ingin tahu tentang sesuatu. Rasa ingin tahu mendorong manusia mengemukakan pertanyaaan. Bertanya tentang dirinya, lingkungan di sekelilingnya, ataupun berbagai peristiwa yang terjadi disekitarnya. Dengan bertanya itu manusia mengumpulkan segala sesuatu yang diketahuinya. Begitulah cara manusia mengumpulkan pengetahuan. Jadi, pengetahuan adalah produk dari tahu, yakni mengerti sesudah melihat, meyaksikan dan mengalami. Sarana ilmiah berperan sebagai alat bantu yang mengorganisasikan metode ilmiah menjadi sebuah pengetahuan yang lebih sempurna. Tentu saja berpikir berdasarkan keilmuan amat sangat berbeda dengan proses berpikir pada umumnya. Disnilah para filsafat menuangkan segala bentuk pemikirannya dengan menggunakan metode dan kegiatan yang bersifat ilmiah. Kegiatan dan metode yang tidak didasarkan pada pemikiran-pemikiran khayal namun logis dan empiris. Semua dibuktikan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah menurut para ahli :
1. Menurut Salam (1997:139): Berfikir ilmiah adalah proses atau aktivitas manusia untuk menemukan/mendapatkan ilmu. Berfikir ilmiah adalah proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
2. Menurut Jujun S.Suriasumantri. Berpikir merupakan kegiatan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi.
3. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah 2006:118). Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
4. Menurut Eman Sulaeman. Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada

B. Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan alamiah dan pengetahuan ilmiah bersumber dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia. Meskipun demikian pengetahuan dibedakan dari ilmu pengetahuan. Pengetahuan alamiah hanya terbatas pada rangkaian informasi tentang sesuatu benda, fakta, peristiwa, dan lainnya. Melalui pengetahuan alamiah, seseorang hanya dapat “mengetahui” atau “tahu”.
Pengembangan ilmu pengetahuan ini dilatarbelakangi oleh adanya tiga dorongan. Pertama, dorongan untuk mengetahui yang lahir dari keterpaksaaan untuk mempertahankan hidup. Kedua, dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang mendalam dan menemukan tata susunan yang sesungguhnya dalam kenyataan. Ketiga, dorongan mengetahui menyangkut penilaian mengenai realitas eksistensi manusia itu sendiri. Menilai kondisi konkret, agar ia dapat bertindak sesuai dengan martabatnya. Jadi manusia mengembangkan pengetahuannnya tidak dapat dilepaskan dari upaya mengatasi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya.

C. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan

1. Kerangka berpikir Ilmiah

Kerangka ilmiah merupakan cerminan dari penalaran ilmiah. Sains atau pengetahuan ilmiah merupakan bangunan pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematis dan diperoleh melalui proses ilmiah dengan menggunakan penalaran ilmiah. Ciri-ciri pokok penalaran ilmiah adalah logis dan analitis.
Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis berarti masuk akal, dan empiris berarti dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan
Secara epistemologis, kegiatan berpikir ilmiah melingkupi suatu rantai berpikir logis yang merupakan pengkajian sesuatu yang umum (general) untuk menghasilkan sesuatu yang khusus (specific) yang kita kenal dengan logika berpikir deduktif. Ciri-ciri pokok memuat pola dan alur pikir yang mengacu kepada kerangka berpikir khusus. Berpikir ilmiah terangkai secara sistematis, dalam suatu kerangka yang terdiri dari : penalaran, logika, analitis, konseptual dan kritis. Proses berpikir ilmiah terbangun oleh kerangka utama ini. Dengan demikian,berpikir bisa dikategorikan sebagai ilmiah, bila prosesnya mengikuti rangkaian kerangka tersebut.

Logika
Bila penalaran lebih mengacu kepada proses dan alur pikir, maka logika lebih kepada produk pemikiran itu sendiri. Logika mengkaji kriteria untuk menentukan kebenaran pernyatan atau argumen. Dengan demikian, logika dihubungkan dengan proses menarik kesimpulan yang valid. Secara luas logika diartikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih. Kesimpulan yang dihasilkan dinilai logis dan absah. Logika merupakan asas dari penalaran itu sendiri. Dalam logika, berpikir berarti menyusun silogisme-silogisme untuk mendapat kesimpulan yang tepat dengan menghilangkan setiap kontradiksi.
Logika merupakan sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu berfikir logis adalah berfikir sesuai dengan aturan-aturan berfikir. Logika merupakan satu atau lebih kata yang memiliki arti tertentu, serta memberikan contah penerapan dalam kehidupan nyata. Berfikir membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang sesuai, dan sebagai perlengkapan ontologisme, pikiran kita dapat bekerja secara spontan, alami, dan dapat menyelesaikan fungsinya dengan baik terlebih dalam hal yang biasa, sederhana dan jelas.
a) Aturan Cara Berfikir yang Benar
Untuk berfikir baik, yaitu berfikir secara benar, logis dialektis, dan juga dutuhkan kondisi-kondisi tertentu. Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana. Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu:
1) Mencintai kebenaran
Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut, meningkatkan mutu penalarannya; manggerakkan si pemikir untuk senantiasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari yang benar. Misalnya, menyederhanakan kenyataan, menyempitkan cakrawala/perspektif, berpikir terkotak-kotak. Cinta terhadap kebenaran diwujudkan dalam kerajinan (jauh dari kemalasan, jauh dari takut sulit, dan jauh dari kecerobohan) serta diwujudkan dengan kejujuran, yakni disposisiatau sikap kejiwaan(dan pikiran) yang selalu siap sedia menerima kebenaran meskipun berlawanan dengan prasangka dan keinginan/kecenderungan pribadi atau golongannya.

2) Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda kerjakan
Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya. Untuk mencapai kebenaran, kita harus bergerak melalui berbagai macam langkah dan kegiatan.

3) Ketahuilah (dengan sadar) apa yang Anda katakan
Pikiran diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran diungkapkan ke dalam kecermatan kata-kata, karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi. Anda senantiasa perlu menguasai ungkapan pikiran kedalam kata tersebut. Waspadalah terhadap term-term ekuivokal (bentuk sama, tetapi arti berbeda), analogis (bentuk sama, arti sebagian sama sebagian berbeda). Ketahuilah pula perbedaan kecil arti (nuansa) dari hal-hal yang Anda katakan.

4) Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya
Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak kejadian dimana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Disinilah perlu dibuat suatu distingsi, suatu pembedaan. Karena realitas begitu luas, perlu diadakan pembagian ( klasifikasi). Peganglah suatu prinsip pembagian yang sama, jangan sampai Anda menjumlahkan bagian atau aspek realitas prinsip klasifikasi yang sama.

5) Cintailah definisi yang tepat
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang akan diungkapkan atau yang dimaksudkan. Karenanya jangan segan membuat definisi. Definisi artinya pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu. Hindari uraian-uraian yang tidak jelas artinya.

6) Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan begini atau begitu
Anda harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan konsekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan (assertion), pernyataan, atau kesimpulan yang Anda buat. Jika bahan yang ada tidak cukup atau kurang cukup untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang menahan diri untuk tidak membuat kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan (membuat reserve) dalam kesimpulan.

7) Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran).

Dalam belajar logika Ilmiah (scientific) Anda tidak hanya mau tahu hukum-hukum, prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran sekadar untuk tahu saja. Anda perlu juga;
1) Dalam praktik, menjadi cakap dan cekatan berpikir sesuai dengan hukum, prinsip, bentuk berpikir yang betul, tanpa mengabaikan dialektika, yakni proses perubahan keadaan. Logika ilmiah melengkapi dan mengantar kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis, yakni berpikir secara menentukan karena menguasai ketentuan-ketentuan berpikir yang baik.
2) Selanjutnya sanggup mengenali jenis-jenis, macam-macam, nama-nama, sebab-sebab kesalahan pemikiran, dan sanggup menghindari, juga menjelaskan segala bentuk dan sebab kesalahan dengan semestinya.

2. Sarana Berpikir Ilmiah

Ilmu pengetahuan merupakan produk dari proses berpikir ilmiah, yang sekaligus jadi konsumsi publik. Oleh karena itu, apa-apa yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan perlu dipublikasikan secara terbuka hingga kalangan yang membutuhkannya dapat mengakses hasil dimaksud. Dalam dunia keilmuan, publikasi tersebut disajikan dalam bentuk tulisan ilmiah, seperti makalah, jurnal, skripsi, tesis, hingga ke disertasi. Karya tulis ilmiah ini merupakan produk dari proses berpikir ilmiah, pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat.

Sebagai sebuah proses, berpikir ilmiah ini adalah serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran yang akhirnya sampai kepada kesimpulan yang dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah. Proses dalam upaya mengembangkan gagasan dengan cara bernalar. Maksudnya, kita mengambil sebuah fakta dan kemudian menghubung-hubungkan atau membandingkannya. Dan hal ini tidak akan kita lakukan jika tidak menulis.

Berangkat dari adanya ketentuan ini, maka dengan sendirinya dapat dibedakan antara publikasi yang terkategorikan sebagai ilmu pengetahuan dan yang bukan (tulisan biasa). Tulisan biasa sama sekali tidak terikat kepada penggunaan sarana tertentu. Sebaliknya tulisan ilmiah dikaitkan dengan sejumlah sarana yang harus digunakan. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa,,matematika, dan statistika.

a) Bahasa
Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikuti oleh Jujun, bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolicum, yaitu makhluk yang mempergunakan simbol. Secara generik istilah ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah homo sapiens, sebab dalam kegiatan berpikir manusia mempergunakan simbol.
Dalam pandangan Paul B. Weisz, pada dasarnya, sains adalah sebuah bahasa, dan juga sebuah sistem komunikasi. Maksud dari karangan ilmiah ialah untuk mengomunikasikan informasi ilmiah yang baru kepada ilmuwan lain. Di sini terlihat fungsi bahasa sebagai alat komunikasi penting dalam upaya menyapaikan temuan sains. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah ternyata memiliki fungsi ganda. Merangkum fungsi sebagai bahasa ilmiah, dan sekaligus bahasa nasional.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah, dan juga merupakan alat berpikir, serta alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi, bahasa terbagi ke dalam bahasa lisan dan bahasa tulisan. Dalam pemakaiannya, bahasa lisan terikat oleh ruang dan waktu, sehingga kesalahan leksikon (kosa kata), morfologi (bentuk kata), ataupun sintaksin (tata kalimat) dapat diperbaiki secara langsung. Lain halnya dengan bahasa tulisan yang sama sekali tidak terikat kepada ruang dan waktu, hingga penggunaannya perlu secara tepat sesuai dengan kaidah yang baku.
Selanjutnya dikemukakan Amran Halim, bahwa ciri bahasa tulis adalah ketepatan penggunaan kata, morfologi dan sintaksis (tata kalimat), sehingga tidak terdapat makna ganda. Bagian-bagiannya dinyatakan secara ekspilisit (terang dan jelas) melalui kaidah-kaidah tertentu. Bahasa ditulis tidak bertele-tele. Informasi yang disajikan harus utuh, sehingga tidak ada bagian-bagian yang ditinggalkan (kaidah, bentuk kata, dan satuan kalimat). Selain itu, bahasa ilmiah tidak menyangkut peran emosi. Tak jarang pula bahasa tulis, khusus bahasa ilmiah terkait denga unsur-unsur tambahan antara lain kaidah penulisan bahasa asing ataupun transliterasi.
Dalam pengertian linguistik, bahasa diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap), yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Bahasa adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis, sehingga bisa dipakai sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa menjembatani pikiran antara penulis dan pembaca.
Faktor pengalaman memang membantu dalam membentuk keterampilan. Namun keterampilan yang dimiliki terkait pula dengan kemampuan penguasaan bahasa yang benar dan baik. Dalam pandangan Wahyu Wibowo, ciri-ciri bahasa Indonesia ragam ilmiah antara lain adalah sebagai berikut :

1) Pemakaian kalimat efekktif (kesepadanan antara struktur gramatik ddan alur pikir penulis).
2) Menghindari kalimat yang redundan (berlebih-lebihan).
3) Menghindari kalimat yang bermakna ambigu (ganda).
4) Pemakainan kata dan istilah yang bermakna lugas (bukan kiasan).
5) Menghindari penonjolan persona (pribadi penulis) dengan maksud menjaga objektivitas isi tulisan.

b) Matematika

Matematika dapat dikatakan hampir sama tuanya dengan peradapan manusia itu sendiri. Sekitar 3500 tahun SM, bangsa Mesir telah mempunyai simbol yang melambangkan angka. Digunakan untuk para pendeta untuk meramal pasang surut Sungai Nil. Pengetahuan matematika masih dianggap keramat. Sebelumnya juga matematika sudah digunakan di masa Babylonia. Bahkan sekitar masa ini, telah berkembang dalam bahasa para pendeta Babylonia Cuneiform (yang masih memiliki monopoli urusan-urusan itu), suatu upaya “ilmiah” yang lebih sistematik dari astronomi matematis.
Tulis kuno berbentuk pasak (cuneiform) yang ditulis di atas prasasti tanah liat cepat mengeras dan meninggalkan goresan yang sifatnya permanen. Kebayakan dari prasasti tersebut berisi catatan-catatan matematika berasal dari zaman Babylonia kuno sekitar tahun 1.800 SM. Menurut Neugebauer, bahwa tidak ada teks-teks astronomi yang signifikan dari segi sains berasal dari zaman ini, sementara naskah-naskah matematikanya adalah memiliki kualitas tertinggi dari semua yang ada di Babylonia.
Seperti halnya di Mesir, pengetahuan matematika difungsikan untuk mempelajari gerakan bintang-bintang karena ada kaitannya dengan nasib para raja. Tapi menjelang akhir masa Aksial (800-200 SM). Sudah berkembang menjadi konsumsi umum. Digunakan untuk memahami nasib orang-orang biasa. Pengetahuan matematika masih menjadi milik para pendeta dalam upaya untuk mempertahankan kekuasaan. Semasa itu, tampaknya matematika masih dikaitkan dengan nilai-nilai ajaran agama.
Pada perkembangan berikutnya, matematika dimasukkan ke dalam filsafat. Matematika merupakan salah satu dari cabang filsafat, yaitu filsafat matematika. Di masa itu seluruh ilmu pengetahuan menyatu dalam filsafat. Baik ilmu kedokteran maupun alkemi (kimia), metafisika, matematika, astronomi, bahkan musik dan puisi, dan seterusnya. Filsafat memiliki pengertian yang luas, mencakup bidang-bidang yang sekarang biasa disebut “ilmu pengetahuan umum”. Ilmu dalam ranah kognitif diperoleh dari hasil penalaran deduktif, maupun penyimpulan empiris.
Ilmu matematika, yang pada hakikatnya merupakan studi tentang pengukuran, merupakan bidang kedua setelah metafisika. Ibn Khaldun membagi matematika ke dalam empat subdivisi, yakni (1) geometri; (2) aritmetik; (3) musik; dan (4)astronomi. Geometri, cabang matematika yang berhubungan dengan kuantitas (pengukuran-pengukuran) secara umum, terdiri dari angka-angka. Aritmetika, mempelajari sifat-sifat esensial dan aksidental dari jumlah terputus, yang disebut bilangan. Adapun musik, mempelajari proporsi suara dan bentuk-bentuknya, dan pengukuran numerik mereka, yakni pengetahuan tentang melodi. Berikutnya, astronomi, yakni cabang matematika yang menetapkan bola-bola langit, menentukan posisi dan jumlah, maupun gerak dan presisinya.
Sebagai sarana berpikir ilmiah, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan dilakukannya pengukuran secara kuantitatif. Matematika melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Matematika memang bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Lambang matematika baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan rumus-rumus yang mati. Ciri utama matematika ialah metode dalam penalaran (reasoning). Persyaratan penalaran matematis yang bersifat deduktif diletakkan oleh bangsa Yunani, mereka berpendapat hanya metode deduksilah yang mampu menghasilkan kesimpulan yang dapat dipercayai.
Dalam logika deduktif arah pemikiran bergerak dari pernyataan-pernyataan umum kepada kesimpulan lebih khusus. Logika deduktif modern lebih bersifat matematis, yang lazim disebut logika simbolis. Para positivisme Wina (aliran filsafat yang dibangun Auguste Comte) mencoba menggunakan logika simbolik dalam penyimpulan ilmiah dengan perluasan langsung metode-metode yang sudah akrab dalam logika deduktif. Dalam semua pemikiran deduktif, maka kesimpulan yang ditarik merupakan konsekuensi logis dari fakta-fakta yang sebelumnya telah diketahui.
Matematika mempunyai kelebihan dibandingkan dari bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan dilakukannya pengukuran kuantitatif. Bahasa matematika merupakan suatu cara yang mudah dalam memformulasikan hipotesis keilmuan. Dengan matematika, pengambilan kesimpulan, melalui proses berpikir deduktif yang didasarkan pada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan dan disertai fakta-fakta yang logis. Dengan demikian, informasi yang disampaikan menjadi lebih jelas dan singkat.
Kaidah-kaidah baku ini sifatnya objektif. Dengan demikian, kelemahan-kelemahan bahasa sebagai sarana pengetahuan ilmiah, khususnya yang menyangkut subjektivitas, menjadi teratasi. Pengetahuan matematika masih menjadi milik para pendeta dalam upaya untuk mempertahankan kekuasaan. Semasa itu, tampaknya matematika masih dikaitkan dengan nilai-nilai ajaran agama.Sama sekali bebas dari pengaruh emosi. Matematika mengungkapkan data secara objektif, berdasarkan apa adanya. Dengan demikian, pemahamannya juga tidak memerlukan pertimbangan subjektif. Matematika merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan bebas dari emosi. Demikian pentingnya matematika dalam penilaian Morris Kline, sampai-sampai ia menyebut matematika merupakan salah satu kekuatan utama pembentuk konsep tentang alam, serta hakikat dan tujuan manusia dalam kehidupannya.
c). Statistika
Secara etimologi, kata “statistik” berasal dari kata status (bahasa Latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) yang artinya negara. Namun, dalam bahasa Inggris, ada dua kata yaitu statistics yang artinya ilmu statistik dan kata statistic yag dapat diartikan sebagi ukuran yang diperoleh atau berasal dari sample, yang berarti ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi.
Statistik ialah ilmu tentang analisis kuantitatif dari gejala massa. Adapun yang menjadi objek penyelidikan adalah kuantitas-kuantitas atau jumlah-jumlah. Namun hal ini tidak berarti, bahwa yang diselidiki hanya angka-angka semata, seperti halnya dalam berbagai cabang matematika. Dalam statistik angka-angka itu dinyatakan dalam satuan. Satuan tersebut bisa berupa: hari, bulan, tahun, meter, kilometer, ha, gram, kilogram, liter, ton, dolar, rupiah atau lainnya. Dengan demikian, angka tunggal atau suatu kejadian yang tersendiri, belum termasuk statistik.
Salah satu fungsi statistik adalah menyederhanakan data. Selain itu juga untuk membandingkan hasil-hasil yang diperoleh dengan hasil yang terjadi secara kebetulan. Sejalan dengan tujuannya, maka statistik lazim digunakan dalam analisis data. Menurut W. Allen Wallis dan Harry Robert, ditinjau dari segi keilmuan, statistika bukan merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendeskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran. Jadi statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan dalam kerangka metode keilmuan.
Kata statistik berasal dari kata status (latin) yang disepadankan dengan state (Inggris). Awal-awalnya statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (kuantitatif), maupun yang tidak berwujud angka(kualitatif). Namun kemudian statistik hanya diartikan sebatas kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja.
Statistika adalah ilmu yang membahas (mempelajari) dan mengembangkan prinsip-prinsip, metode atau prosedur yang perlu ditempuh dan dipergunakan dalam rangka :
1) Pengumpulan data angka
2) Penyusunan dan pengatur data
3) Penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka
4) Penganalisaan terhadap data angka
5) Penarikan kesimpulan secara ilmiah atas dasar pengumpulan data angka tersebut.
Statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Selanjutnya dikemukakan tentang peranan statistika dalam tahap-tahap metode keilmuan, yakni :
1) Tahap observasi
2) Tahap klasifikasi
3) Penyusunan materi
4) Tahap keempat hipotesis.
Sejalan dengan kerangka berpikir ilmiah, maka statistika terkait dengan penalaran induktif kita dihadapkan pada berbagai kasus. Logika induktif memproses pengetahuan berdasarkan fakta-fakta khusus yang diperoleh dari pengetahuan inderawi melalui pengamatan. Selanjutnya dari sejumlah fakta atau gejala khusus itu ditarik kesimpulan umum berupa pengetahuan yang baru, baik untuk sebagian atau keseluruhan gejala tersebut. statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam mendeskripsi gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun pengukuran.
Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah, maka secara sistematis, rangkaian kerangka berpikir ilmiah terpenuhi pula. Bahasa, matematika, dan statistika sebagai pelengkap. Ketiganya melengkapi proses penalaran, logika induktif dan deduktif yang diperlukan dalam proses berpikir ilmiah. Sementara statistika menyangkut pengetahuan tentang pengumpulan, analisis, dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi. Dengan demikian, statistika dapat memberi gambaran yang menyeluruh, serta memberi peluang lebih besar bagi dilakukannya analisis yang lebih mendalam dan rinci.

1) Sejarah Perkembangan Statistik
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam Abad Pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan, maka dengan cepat telaahan ini berkembang. Konsep statistik sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu.
a. Abraham Demoitre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan (theory of error).
b. Thomas Simpson (1757) menyimpulkan bahwa terdapat sesuatu distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang cukup banyak.
c. Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal sebuah konsep mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika disamping teori peluang.
d. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan Francis Galton (1822-1911) dan Karl pearson (1857-1936)
e. Karl Friedrich Gauss (1777-1855) mengembangkan teknik kuadrat terkecil (least squares) simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata (the standard error of the mean). Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan mengembangkan konsep regresi, korelasi, distribusi, chi-kuadrat dan analisis statistika untuk data kualitatif Pearson menulis buku The Grammar of science sebuah karya klasik filsafat ilmu.
f. William Searly Gosset, yang terkenal dengan nama samaran “student”, mengembangkan konsep tentang pengambilan contoh. Desigent Experiment dikembangkan oleh Ronald Alylmer Fisher (1890-1962) disamping analisis varians dan covarians, distribusi –z, distribusi –t, uji signifikan dan teori tentang perkiraan (theory of estimation).
Di Indonesia sendiri kegiatan dalam bidang penelitian sangat meningkat, baik kegiatan akademik maupun pengambilan keputusan telah memberikan momentum yang baik untuk pendidikan statistika.
Statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Dan mengenai langkah-langkah dalam kegiatan keilmuan, rinciannya adalah sebagai berikut:
1) Observasi. Mengumpulkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang diselidikinya. Dalam hal ini statistika memiliki peranan untuk mengemukakan secara rinci tentang analisis mana yang akan dipakai dalam observasi dan tafsiran apa yang akan dihasilkan dari observasi tersebut.
2) Hipotesis. Untuk menjelaskan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam sebuah hipotesis, atau teori yang menggambarkan sebuah pola, yang menurut anggapan ditemukan dalam data tersebut. Disini, statiska membantu kita dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan hasil observasi dalam bentuk yang dapat dipahamidan memudahkan kita dalam mengembangkan hipotesis.
3) Ramalan. Dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi. Nilai dari suatu teori tergantung dari kemampuan ilmuwan untuk menghasilkan pengetahuan baru tersebut. Fakta baru ini disebut ramalan, yaitu menduga apa yang akan terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu.
4) Pegujian kebenaran. Ilmuwan mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran ramalan yang dikembangkan dari teori. Jika teorinya didukung sebuah data, maka akan mengalami pengujian yang lebih berat, dengan jalan membuat ramalan yang lebih spesifik dan memiliki jangkauan lebih jauh, hingga akhirnya ramalan ini diuji kembali kebenarannya sampai ilmuwan tersebut menemukan penyimpangan yang memerlukan beberapa perubahan dalam teorinya. Sebaliknya, bila dikemukakan bertentangan dengan fakta, ilmuwan tersebut menyusun hipotesis baru yang sesuai dengan berbagai fakta yang dia kumpulkan. Lalu hipotesis baru tersebut kembali diuji kebenarannya lewat “langkah perjanjian” seterusnya.
Dalam tahap ini, sebuah hipotesis dianggap teruji kebenarannya jika ramalan yang dihasilkan berupa fakta. Statiska adalah relevan dalam keadaan tersebut karena masalah pokok yaitu menentukan apakah data yang diobservasi itu sesuai dengan ramalan atau tidak.
2) Penerapan Statistika
Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen. Diterapkan dalam penelitian pasar, produksi, kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing, pemilihan resiko dalam pemberian kredit, dan masih banyak lagi.
III. KESIMPULAN
Berpikir adalah hakikat seorang manusia. Inilah yang membedakan manusia (homo sapiens) dengan makhluk hidup lainnya. Manusia memiliki kemampuan untuk menyampaikan, mengembangkan dan menemukan serta mengolah ilmu pengetahuan melalui suatu proses rumit yang dinamakan berpikir. Berpikir untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tentunya berbeda dengan berpikir biasa. Berpikir yang didasari prinsip-prinsip keilmuan adalah proses berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis berarti masuk akal, dan empiris berarti dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan (Hillway: 1956). Dalam proses berpikir ilmiah dibutuhkan alat bantu atau sarana agar kegiatan ilmiah dapat berjalan dengan baik. Pada dasarnya sarana berpikir ilmiah terdirr dari empat hal yaitu bahasa, matematika, statistic dan logika. Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Matematika sebagai sarana berpikir ilmiah mengacu pada fungsi matematika sebagai bahasa dan sarana berpikir deduktif. Sedangkan statistika mengacu pada sarana berpikir induktif. Dan aspek terakhir yaitu logika, merupakan sarana berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan
Daftar Pustaka
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
, Filsafat Ilmu, ed. Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada 2013.
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: Rineka Cipta
Suriasumantri, Jujun S. 1984. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia

Sarana Berfikir Ilmiah


http://komunitasfilsafat.blogspot.co.id/2013/10/sarana-berpikir-ilmiah.html
Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.
W. Poespoprojo, Logika Scientifika; Pengantar Dialektika dan Ilmu, Bandung: Pustaka Grafika, 1999.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Desember 31, 2016 inci Uncategorized